EGOIS DAN NARSIS

Jum'at, 27 Juli 2018
----------
Bacaan Firman Tuhan : Ester 5:9-14
Nats Alkitab : Lagi kata Haman: "Tambahan pula tiada seorang pun diminta oleh Ester, sang ratu, untuk datang bersama-sama dengan raja ke perjamuan yang diadakannya, kecuali aku...." (Ester 5:12)

----------
Ilustrasi dan renungan :
----------

Dalam bahasa kita sekarang, tokoh Haman dalam kitab Ester boleh dibilang seorang narsis dan egois. Betapa tidak? Sebagai pejabat ia haus kuasa, gila hormat, dan selalu memakai wewenangnya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Sebagai pribadi ia gemar memamerkan diri, suka dipuja, dan cuma mau tahu tentang dirinya sendiri. Pusat perhatiannya ialah diri sendiri. Kebanggaannya ialah berkata, "Tiada yang lain, kecuali aku."
Pendapat yang mengutamakan aku, merupakan hidup dalam egoisme dan narsisisme. Dan kehidupan dalam egoisme dan narsisme mengantarkan kepada kita tindakan kejahatan yang tidak sesuai kehendak Allah.

Bagaimanakah dengan hidup kita, apakah kita memang mempunyai ketulusan dan kabaikan hati dalam hidup dan tindakan kita, sehingga akan berakibat positif dan mampu memuliakan Tuhan ?

Hari ini kita belajar satu bagian firman Tuhan yang merujuk kepada satu judul perikop : “Haman menyuruh mendirikan tiang penyulaan untuk Mordekhai”.
Suatu bagian firman Tuhan yang menceritakan bagaimana dakwaan, penindasan dan rencana pemusnahan umat Tuhan, golongan minoritas di kerajaan Persia. Namun penindasan dan rencana pemusnahan tersebut, Tuhan bekerja menolong dan membebaskan bangsa Israel, bahkan kemudian menghukum dan bahkan memusnahkan Haman dan sekutunya.

Pengajaran firman Tuhan hari ini adalah sebagai berikut:

Pengajaran PERTAMA.
Hati-hati kepada jerat dosa.

Merupakan suatu hal menarik, apabila kita mengamati tindakan Haman yang dengan berani mempersiapkan pemusnahan orang Yahudi, umat Tuhan. Tindakan yang sungguh memerlukan keberanian untuk memusnahkan suatu bangsa minoritas di Persia, dimana didalamnya terdapat Ester, sang Permaisuri Raja Ahaysweros.
Tindakan itu bukan terjadi secara tiba-tiba, tetapi karena adanya proses untuk melakukan suatu perbuatan dosa. Perbuatan dosa, dimulai dari hal yang paling sederhana, yaitu dosa mata, panas hati ketika tidak memperoleh penghormatan Mordekhai, orang tua angkat Ester. Dosa itu terus bertumbuh dan dibimbui oleh panas hati (ay. 9). Tinggi hati dan suka pamer menjadi pupuk subur untuk berlanjutnya suatu dosa menjadi tindakan jahat karena adanya persekongkolan jahat (ay. 10-11). Selain itu, dosa juga dikuatkan oleh perasaan diri sebagai orang penting, istimewa, berkewenangan dan pribadi yang sangat diperlukan orang lain (ay. 12). Sikap terakhir yang dapat menjadi puncak perbuatan dosa, adalah ketika kita   (ay. 13).

Firman Tuhan hari ini menolong kita untuk memahami suatu proses pertumbuhan dosa di dalam kehidupan manusia, agar kita mampu mencegahnya sehingga tidak menjadikannya suatu kejahatan dalam kehidupan kita, orang-orang percaya. Pencobaan demi pencobaan dalam hati kita dapat membuahkan dosa dan kejahatan. Pencobaan berupa “dosa mata” yang mulai menarik hati merupakan kunci awal kita pencobaan yang dapat menjerat kita kepada dosa. Pencobaan dalam tahap berikutnya adalah munculnya panas hati, iri hati, dan gila hormat. Pencobaan lebih lanjut yang dapat membuahkan dosa dan kejahatan adalah sikap pamer, tinggi hati yang diikuti oleh persekongkolan jahat bersama-sama dengan orang lain. Dan akhirnya, ketika kita tidak lagi memandang Allah sebagai pemegang kuasa atas kehidupan, sehingga kita memandang rendah orang lain, menganggapnya tidak berguna dan merasa sanggup menentukan nasib seseorang.
Apabila sikap dan karakter tersebut mulai muncul dalam hidup kita, berhati-hatilah dan mulai waspadalah, karena berarti jerat dosa mulai muncul yang secara terus menerus dapat mencobai dan menjatuhkan kita untuk melakukan tindakan dosa. Memang perlahan dan tidak terasa, tetapi semakin dekat, dosa akan menjerat, dan tidak akan melepaskan kita, dan akhirnya menghambakannya kepada kejahatan.

Pengajaran KEDUA.
Berpikir secara dalam.

Apabila kita memperhatikan firman Tuhan pada ayat 12-13, maka sesungguhnya kita bisa menilai bahwa tindakan Haman untuk memusnahkan orang Yahudi, merupakan tindakan gegabah dan serampangan yang tidak berpikir secara rasional apalagi secara rohani. Di dalam ayat 12, Haman begitu membenci Mordekhai dan ingin memusnahkannya, tetapi di dalam ayat 13, Haman begitu mengagungkan Ester, dan merasa sangat dihormati ketika diundang dalam perjamuannya. Sedangkan Mordekhai adalah saudara dekat, sekaligus orang tua angkat Ester, permaisuri Raja yang sekaligus juga adalah orang Yahudi. Haman tidak pernah berpikir bahwa memusnahkan orang Yahudi, adalah sama dengan membunuh sang Permaisuri Raja.

Firman Tuhan ini menolong kita untuk bersikap bijak. Bijak dalam pengertian bahwa ketika akan melakukan apapun juga, hendaklah kita berpikir dan mencari tahu kebenaran-kebenaran, hubungan yang ada satu sama lain, serta berpikir untuk kebaikan-kebaikan yang seharusnya kita lakukan. Kita tidak dapat memutuskan dan menentukan sebagian dalam hidup kita hanya karena ego kita semata-mata, pendapat kita semata-mata, dan mungkin kepentingan atau keuntungan pribadi semata-mata. Kehidupan harus dipikirkan sebagai suatu sistem yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika kita melakukan suatu kebaikan, ingatlah bahwa ada suatu sistem kebaikan yang sebenarnya tengah kita bangun. Demikian pula ketika kita melakukan kejahatan ingat, bahwa sesungguhnya kita sedang membangun suatu sistem kejahatan dalam hidup kita dan keluarga kita.

Ingatlah akibat yang terjadi ketika Haman tidak berpikir secara luas atas tindakannya. Dia hanya berpikir keuntungannya sendiri, tetapi ongkosnya juga dipikul oleh pihak lain. Ketika Haman terbukti melakukan kejahatan, seluruh keluarganya dibinasakan (Est. 9:12-13). Selain itu, terjadilah pertumpahan darah di seluruh wilayah negeri jajahan Persia dan puluhan ribu nyawa melayang (Est. 9:16). Akibat yang sungguh ironis dan tragis, ketika seseorang tidak memikirkan secara matang, luas dan menggunakan hikmat Allah dalam tindakannya.

Pengajaran KETIGA.
Hikmat menjadi pendamping.

Dalam kehidupan kita, maka setiap posisi dan kedudukan selalu menjadikan kita sebagai pendamping kehidupan seseorang. Apabila kita menjadi suami, maka kita pun menjadi pendamping istri. Apabila kita menjadi istri, kita pun adalah pendamping suami. Apabila kita menjadi orang tua, maka kita adalah pendamping anak-anak. Apabila kita menjadi tua-tua rohani, maka kita pun menjadi pendamping jemaat, sekaligus pendamping gembala. Apabila kita menjadi pemimpin, maka kita pun menjadi pendamping bawahan dan staf, sekalipun mungkin kita menjadi pendamping atasan kita.

Apabila kita memperhatikan firman Tuhan pada ayat 9, maka kita melihat bagaimana suara seorang pendamping menjadi suatu hal yang berharga dan menentukan suatu tindakan. Sama seperti Zeresh, isteri Haman yang memberikan ide dengan menyatakan : "Suruhlah orang membuat tiang yang tingginya lima puluh hasta, dan persembahkanlah besok pagi kepada raja, supaya Mordekhai disulakan orang pada tiang itu; kemudian dapatlah engkau dengan bersukacita pergi bersama-sama dengan raja ke perjamuan itu", maka ide itu dipandang baik oleh Haman sekalipun itu bukan suatu kebaikan sehingga ia pun lalu menyuruh pengikut dan bawahannya untuk membuat tiang gantungan bagi orang-orang Israel             (ay. 5:14).
Sungguh besar pengaruh seorang pendamping. Oleh karena itu, dalam memberikan saran, pendapat, dan masukan, sudah seharusnyalah kita dapat mendasari segala sesuatu dengan memohon pertolongan, dan hikmat Tuhan sehingga bukan suara kitalah yang akan berbicara tetapi suara Tuhan yang bekerja di dalam setiap orang yang kita dampingi.
Dan biarlah kita boleh menjadi pendamping-pendamping yang mengatarkan setiap orang yang kita dampingi justru semakin dekat dengan Tuhan, semakin memuliakan Tuhan, dan semakin menjadi berkat bagi orang lain, dan bukan sebaliknya lebih jahat dan menjadi batu sandungan bagi orang lain.

----------
Renungan Pribadi :
----------

Bagaimanakah dengan hidup kita? Apakah kita telah tertarik dengan egoisme dan narsisme?
Hati-hatilah dengan karakter tersebut, dan lihatlah akhir yang tragis dari kehidupan Haman, sang pemusnah Israel.

Ingatlah bahwa induk dari banyak persoalan, keributan, bahkan bencana di dunia ini adalah pribadi-pribadi narsistik yang egois, yang tahunya hanya diri dan ambisi pribadi. Tuhan sungguh ingin hidup kita memberkati sekitar, bukan menyusahkan orang. Membawa keteduhan, bukan kegaduhan. Menghadirkan sejahtera, bukan bencana. Membuat orang lain bahagia, bukan menderita. Maka, jauhilah egoisme dan narsisisme.

Waspadalah dengan sikap-sikap yang dapat menjerat kita kepada dosa. Mintalah hikmat Allah dengan doa dan permohonan yang tulus agar kita dapat melaksanakan segala kehidupan kita hanya mengacu kepada kehendak dan hukum Tuhan. Dan biarlah Tuhan pakai kita tidak hanya untuk menjadi berkat bagi diri kita sendiri, tetapi juga bagi setiap orang yang berada di sekitar kita, yang memerlukan pendampingan kita agar mereka dapat diberitahukan jalan-jalan yang dikehendaki Allah sehingga menjadi berkat dan saksi yang memuliakan Allah.

----------
PAD/www.renunganharian.net
----------

Selamat beraktifitas.
Tetap semangat di dalam Tuhan.
Tetap teguh menjalankan firman Tuhan.
Dan teruslah berdoa untuk berkat dan perlindungan Tuhan sama seperti Yabes yang telah berdoa demikian, sebagaimana dituliskan dalam kitab 1 Tawarikh pasal 4 ayat 10, yang demikian bunyinya:
Yabes berseru kepada Allah Israel, katanya: "Kiranya Engkau memberkati aku berlimpah-limpah dan memperluas daerahku, dan kiranya tangan-Mu menyertai aku, dan melindungi aku dari pada malapetaka, sehingga kesakitan tidak menimpa aku!"
Dan Allah mengabulkan permintaannya itu.

Sukses dalam karya, aktifitas dan pelayanan kita di hari ini.
Tuhan Yesus memberkati.
Amin.

-------------
Kata mutiara hari ini:
LILIN YANG TAK SEDIA UNTUK MELELEH TIDAK AKAN PERNAH BERSINAR, HATI YANG BEKU OLEH EGOISME TAK AKAN PERNAH MEMBERI MANFAAT BAGI SEKITAR

Comments

Popular posts from this blog

KITA SUNGGUH BERHARGA

MEMELIHARA ALAM

ADA MASA DEPAN